Senin, 23 Februari 2009

Panggilan dan Tanggung Jawab Gereja


Situasi - situasi baru masyarakat modern yang amat sekular dan timpang menjadi tantangan tersendiri bagi karya pastoral Gereja.Situasi tersebut menantang Gereja untuk hadir menjadi tanda keselamatan dan menjadi relevan dalam kehidupan.Orang Muda sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Gereja dipanggil untuk terlibat secara aktif menggugah dunia dan membawanya menjadi ruang lingkup yang mewujudkan hadirnya karya penyelamatan Allah.
Mewartakan Kabar Suka Cita
Dengan Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, Gereja menempatkandirinya di tengah dunia. Apa yang terjadi dengan dunia selalu akanmenyentuh Gereja. "Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasanorang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yangmenderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan paramurid Kristus juga." Seturut dengan panggilannya sebagai murid-muridKristus, Gereja terus menerus dipanggil untuk mewartakan kabarsukacita. Gereja dipanggil untuk mengusahakan "penyelidikan terhadaptanda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil" dan"bermaksud menyapa semua orang, untuk menyinari misteri manusia, danuntuk bekerja sama dalam menemukan pemecahan soal-soal yang palingpenting pada zaman sekarang."
Menyikapi masalah - masalah sosial
Ajaran Sosial Gereja menegaskan tanggungjawab Gereja atasmasalah-masalah sosial. Ensiklik Paus Leo XIII pada tahun 1891, RerumNovarum, membahas kemiskinan para buruh sebagai masalah sosial dantugas Gereja untuk menolong dalam semangat kasih. Pada tahun 1961 PausYohanes XXIII dalam ensiklik Mater et Magistra semakin tajammenempatkan Gereja di medan pergolakan sosial dalam dunia yang semakinsekular. Dikatakan dalam ensiklik itu bahwa "Tugas Gereja terutamauntuk menyucikan jiwa-jiwa dan berusaha agar mereka ambil bagian dalamharta kekayaan surga. Namun Gereja juga ikut prihatin mengenaikebutuhan hidup manusia sehari-hari. Dalam hal itu, Gereja tidak hanyamemprihatinkan apa yang perlu untuk hidup, Gereja juga ikutmengusahakan kesejahteraan dan kemajuan dalam berbagai bidangkebudayaan sesuai dengan tuntutan zaman."Pernyataan ini menegaskan, bahwa dewasa ini iman harus menjadinyata dan hidup dalam usaha-usaha sosial dan sekular. Ensiklik inimemotret kenyataan hubungan-hubungan dan interaksi sosial hidupbersama yang semakin kompleks dan menunjukkan sifat internasionalperikehidupan manusia. "… Salah satu ciri utama yang agaknya cukupmencolok pada zaman sekarang yakni berkembangnya hubungan-hubungansosial, ikatan-ikatan timbal balik, yang kian hari makin besarjumlahnya, dan yang menimbulkan banyak dan bermacam-macam perserikatandalam kehidupan maupun kegiatan para warga negara. …"
Mengusahakan Perdamaian di Bumi

Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963) mengungkapkan,"Kemajuan akhir-akhir ini di bidang ilmu pengetahuan dan teknologiberpengaruh cukup mendalam atas peri kehidupan manusia. Kemajuan itumendorong umat manusia di seluruh dunia untuk menggalang kerja samadan menjalin perserikatan satu dengan yang lain justru saat sekarangini, yang ditandai oleh perkembangan sepesat itu dalam hal sumber dayamateriil, perjalanan antar negeri, dan informasi teknis. Akibatnyaialah: pertumbuhan luar biasa hubungan-hubungan antar perorangan,antara keluarga-keluarga, dan antara perserikatan-perserikatanpenengah yang termasuk berbagai negara. makin besarlah ketergantungantimbal balik antar negara di bidang ekonomi. Ekonomi-ekonomi nasionaltahap demi tahap menjadi begitu saling tergantung, sehingga sedanglahirlah semacam perekonomian dunia berdasarkan integrasi serentakperekonomian negara-negara. Akhirnya kemajuan sosial, tata tertib,keamanan dan perdamaian tiap negeri mau tak mau berkaitan dengankemajuan sosial, tata tertib, keamanan, dan perdamaian tiap negerilain." Dengan demikian, Mater et Magistra dan Pacem in Terrismenegaskan kembali makna iman dalam usaha nyata.

29. Hal serupa ditegaskan dalam sinode para Uskup pada tahun 1971 yangmenghasilkan dokumen Iustitia in mundo. Para Uskup menyoroti jangkarhidup Gereja yang berpusat pada tanggung jawabnya di dalam dunia."Bagi kami," demikian dokumen itu menyebut, "keterlibatan demikeadilan dan partisipasi dalam perubahan dunia merupakan unsurkonstitutif dari pewartaan kabar gembira, yaitu pengutusan Gerejauntuk penebusan umat manusia dan untuk pembebasannya dari segalakeadaan penindasan."


Melahirkan Komunitas Pengharapan
30. Seluruh dokumen tadi mengerucut pada simpul Gereja sebagaikomunitas pengharapan. Sebagai komunitas pengharapan, Gereja diajakuntuk tidak percaya begitu saja kepada ideologi-ideologi besar, entahitu komunisme atau kapitalisme, yang menawarkan jawaban terhadapmasalah-masalah dunia yang kompleks. Sebagaimana diketahui komunismetelah memberikan janji-janji kosong dan kapitalisme tidak mengindahkansegi-segi kemanusiaan dan moral. Bukankah ketidakadilan terhadapbangsa manusia dan terhadap lingkungan merupakan akibat dari sistemini? Selanjutnya, dengan identitas sebagai komunitas pengharapan itu,Gereja mengajak siapa saja yang berkehendak baik untuk membaharuikomitmen dan mencari jalan untuk mengembangkan tindakan-tindakankreatif, dengan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip moral Kristiani.



31. Dalam konteks Asia ditemukan pengalaman pergulatan Gereja sebagaibagian dari kawasan yang terpinggirkan dalam arus globalisasi tetapiterus bergerak untuk mewujudkan cita-cita Injil. Berangkat dari usahamemberi tanggapan terhadap dokumen-dokumen dari Federation of AsianBishops' Conferences (FABC), Thomas C. Fox menunjukkan bahwa GerejaAsia dengan pengalamannya di dalam mengolah berbagai situasi dankrisis-krisis yang diakibatkannya mampu menampilkan wajah Gerejasebagai komunitas pengharapan. Gereja Asia menjadi Gereja yang dapathidup bersama dengan berbagai tradisi kebudayaan Asia dan denganberbagai komunitas beragama di Asia. Selain itu Gereja Asia jugaterlibat aktif mengatasi situasi miskin-marjinal yang nyaris selaluhadir di seluruh pelosok Asia. Hal ini diupayakan melalui dialogdengan tiga realitas Asia, yaitu dengan agama-agama, kebudayaan danmasyarakat miskin.

32. Di tengah rusaknya keadaban publik bangsa, Gereja Indonesiabertekad untuk ikut serta membangun habitus baru bangsa, denganmenampilkan budaya alternatif dalam ketiga poros yang mengaturkehidupan publik, yaitu Negara, Masyarakat Pasar, dan MasyarakatWarga. Budaya alternatif itu dilakukan dengan membangun keberpihakankepada yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir, menawarkan semangatsolidaritas bagi semua orang, serta mengedepankan dialog serta budayadamai (bdk. Nota Pastoral KWI 2004, no. 18). Upaya tersebut dilakukandengan mendorong pengembangan komunitas-komunitas basis menjadikomunitas-komunitas yang terbuka serta terlibat dalam kehidupanberbangsa dan dimotori oleh "kaum muda sebagai pemimpin dalam upayamengembangkan keadaban publik" (SAGKI 2005, no. 10).



33. Demikianlah dalam berbagai kesulitan dan tantangan hidup zamanini, Gereja berkomitmen mau turut bertanggung jawab terhadap situasiyang melingkupi hidupnya dan menopang terus keberlangsungan dunia yangterguncang oleh berbagai macam perkara. Gereja mau menjadi tandakeselamatan dari Allah. Cita-cita ini tentu saja membutuhkan usahakonkritisasi terus-menerus sebagaimana dikatakan oleh teolog MichaelAmaladoss: "suatu komunitas umat Allah; komunitas kebebasan tanpadominasi politik atau kultural; komunitas yang ditandai dengansolidaritas dan semangat berbagi dalam keadilan dan kesederajadan dimana tidak akan ada lagi kemiskinan dan eksploitasi". Untuk mewujudkancita-cita ini dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari semua anggotaGereja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar