
Orang Muda
64. Upaya Umat Allah Keuskupan Agung Semarang untuk ikut sertamembangun habitus baru dalam diri orang muda dengan melibatkan merekauntuk pengembangan umat hanya akan terlaksana bila orang muda sendiriberperanserta sebagai subyek aktif. Oleh karena itu, orang mudadiundang untuk berani masuk dalam kedalaman pribadi baik dalamhubungannya dengan diri sendiri, sesama dan Allah, serta mengalamiAllah dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini banyak keterlibatan orangmuda yang pantas dipuji dalam kehidupan menggereja, entah denganketerlibatan dalam komunitas orang muda, dalam pelayanan-pelayananliturgis maupun pelayanan-pelayanan karitatif. Tak tertutup pulakemungkinan keterlibatan orang muda dalam pengembangan umat denganmenanggapi panggilan Tuhan sebagai imam, bruder dan suster.
65. Keterlibatan orang muda dalam pelayanan di masyarakat, entahmelalui gerakan-gerakan sosial kemasyarakatan, gerakan-gerakan cintalingkungan maupun dalam gerakan-gerakan sosial-politik pantaslahdisyukuri. Namun tetap disadari bahwa perutusan Gereja untukmenghadirkan Kerajaan Allah yang memerdekakan belumlah selesai. Kaummuda diundang untuk lebih aktif dalam pengembangan komunitas-komunitaspengharapan, baik di lingkup paroki maupun di lingkup masyarakat dalamkerjasama dengan mereka yang berkehendak baik. Secara khusus pantaslahsapaan ditujukan pada orang-orang muda yang tinggal di paroki-parokipedesaan, orang-orang muda petani, yang dengan rela hati mengembangkankehidupan pertanian sebagai komunitas alternatif di tengah kemajuanzaman. Upaya-upaya mereka pantaslah dipuji dan didukung agarparoki-paroki pedesaan dan dunia pertanian pada umumnya tidaklahditinggalkan orang.
Orang Tua
66. Diharapkan para orangtua mendampingi anak-anaknya untuk mencapaijatidirinya, imannya. Orangtua perlu mendorong anak-anaknya untukterlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Orangtua menjaditeladan bagi orang muda untuk menemukan hidup, merasakan cintasekaligus bersosialisasi. Maka baik kalau orang tua berusahasedemikian rupa menyediakan ruang dan waktu untuk berkomunikasi dengananak-anaknya, baik dari sekedar cerita-cerita pengalaman harian sampaidengan komunikasi iman.
Romo Paroki dan Pengurus Dewan Paroki hingga wilayah dan lingkungan
67. Para Rama Paroki dan Pengurus Dewan Paroki serta pengurus wilayahdan lingkungan diundang untuk memberi kesempatan bagi kiprah orangmuda, remaja dan anak-anak. Diharapkan bahwa pengurus paroki memberikesempatan bagi orang muda terlibat dalam aneka kegiatan. Kesempatanyang diberikan harus dilengkapi dengan kepercayaan, pendampingan dankerjasama yang baik. Perlu juga dipikirkan dalam program kerja DewanParoki program kaderisasi orang muda sehingga tersedia rasul-rasulKristus yang setia dan berani mewartakan kabar gembira Injil Tuhan.
Pendampingan Orang Muda
68. Para teman muda yang terlibat dalam pendampingan orang mudadiharapkan dapat menjadi 'teman seperjalanan' dan dapat menyebut 'akuada untuk kamu'. Semoga para pendamping dapat menemani dan menghantarorang muda menemukan iman dan jatidirinya. Mengingat dinamika orangmuda perlu pula untuk mengembangkan metode-metode pendampingan orangmuda yang selaras dengan kebutuhan mereka.
Aktivitas Komunitas-komunitas Orang Muda
69. Sekarang ini bermunculan organisasi-organisasi maupunkomunitas-komunitas yang banyak diminati orang muda.Komunitas-komunitas ini diharapkan dapat saling mengembangkan asah,asih dan asuh satu sama lain. Organisasi dan komunitas yang ada dapatmenjadi sarana belajar yang mengantar orang muda pada penemuan danpengalaman akan Allah. Komunitas-komunitas orang muda diharapkanmampu berjejaring dengan komunitas-komunitas yang lain. Hal itu akansemakin menampakkan Gereja sebagai communio yang hidup.Komunitas-komunitas kaum muda dapat memanfaatkan sarana-sarana yangtelah disiapkan oleh Keuskupan untuk orang muda seperti Youth CenterKAS di Salam, Arena Pengembangan Kaum Muda (APKM) di Jl. Kaliurang Km.23, Camping Ground di Gua Maria Kerep, Wisma Wijaya Kusuma di Kopengdan Pastoran Tawangmangu.
Para Pekerja Media Massa
70. Dunia sekarang banyak dipengaruhi oleh media massa. Tidak jaranghal yang disampaikan oleh media massa menjadi pencitraan diriorang-orang yang membaca, mendengar atau juga melihatnya. Para pekerjamedia masa diharapkan membantu pencitraan orang muda yang beriman danmau memperjuangkan hidupnya, mandiri, bertanggungjawab, solider, jujurdan selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Pengelola Rumah-rumah Pembinaan Kaum Muda
71. Keuskupan Agung Semarang menyediakan tempat, fasilitas danfasilitator bagi orang muda. Selain itu banyak pula rumah-rumahpembinaan yang disediakan oleh tarekat-tarekat dan para awam. Parapengelola rumah-rumah pembinaan diharapkan bersedia mengembangkanmateri dan metode pendampingan yang dibutuhkan selaras dengan imankristiani dan mampu menampilkan ciri kekatolikan.
Penyelenggara Pendidikan Katolik
72. Sekolah, Akademi dan Universitas Katolik merupakan lembaga formalyang terpanggil untuk mendidik orang muda. Dengan kekatolikan yangdisandang, penyelenggara pendidikan katolik perlu untuk terus menimbadan menampilkan semangat Yesus Kristus sebagai guru utama. Makapendidikan yang ditawarkan perlu mengantar peserta didik untuk sampaipada kematangan iman dan kedewasaan pribadi.
Para Romo,Biarawan dan Biarawati
73. Orang muda sedang dalam proses pencarian jatidirinya. Merekaterbuka akan panggilan hidup sebagai imam, bruder dan suster.Kehadiran dan kepedulian para imam, biarawan dan biarawati di antaraorang muda akan memberikan gambaran tentang panggilan khusus di dalamhidup mereka. Maka baik kiranya para rama, biarawan dan biarawatiuntuk selalu menjaga komunikasi yang mendalam dengan orang muda denganberani hadir dan menjadi teman bagi orang-orang muda.
Para seniman dan pengembang musik
74. Sekarang ini banyak seniman dan musikus berminat mengembangkan danberusaha menghidupkan liturgi dan kehidupan beriman orang katolik.Para seniman dan musikus diharapkan senantiasa mengembangkan musikkatolik (pengembangan khasanah lagu-lagu rohani dan liturgi) sertapelbagai bentuk kegiatan seni yang menjadi wadah kreativitas orangmuda.
Pengelola asrama dan tempat kos
75. Pengelola asrama diharapkan mengelola asrama menjadi media yangkondusif bagi pengembangan iman dan kedewasaan setiap pribadi yangtinggal di sana. Baik juga sekiranya disediakan pendampingan yangberkesinambungan. Demikian pula para pengelola tempat kos diharapkanuntuk menekankan dan menjaga norma-norma masyarakat dan tentunyanorma-norma katolik kepada anak kosnya.
Penutup
76. Demikianlah catatan-catatan pemikiran yang dikembangkan untukmelibatkan orang muda untuk pengembangan umat. Catatan-catatan inibukanlah pedoman baku namun merupakan bahan pembelajaran bersama.Akhirnya terima kasih pada semua pihak, khususnya pada orang muda yangtelah terlibat aktif dalam menggugah dunia serta mengembangkan hidupberiman. Semoga tahun ini menjadi tahun kebangkitan orang muda untukterlibat aktif dalam menggugah dunia dan mengembangkan hidup beriman.Marilah kita berpegang pada keyakinan iman kita bahwa "Allah yangmemulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya" (bdk. Flp1:6).
DAFTAR PUSTAKA
Amaladoss, Michael, (1995), Globalization and Mission" dalamJeevadhara 25, 1995, hlm. 59.Banawiratma, JB, SJ dan Muller, J, SJ, (1993), Berteologi SosialLintas Ilmu: Kemiskinan sebagai Tantangan Hidup Beriman, Yogyakarta:Kanisius.Beth Jones, Laurie, (1997), Yesus Chief Executive Officer, Jakarta: Mitra Utam.Dewan Karya Pastoral KAS, Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2006-2010.Fox, Thomas, C., (2003), Pentecost in Asia: A New Way of Being Church,Quezon City: Claretian Publications.Groenen, C, OFM, (1984), Pengantar ke dalam Perjanjian Baru,Yogyakarta: Kanisius.Hardawiryana, R, SJ, (Ed.). (1993), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor.Harvey, David, (1990), The Condition of Postmodernity, Oxford: Basil Blackwell.Held, David. (2000), Global Transformation, Cambridge: Polity.Hollenbach, David, (2003), The Global Face of Public Faith,Washington: Georgetown University Press.Komisi Internasional untuk Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan,(2001), Buku Pegangan bagi Promotor Keadilan, Perdamaian, dan KeutuhanCiptaan, Yogyakarta: Kanisius.Komisi Kepemudaan KAS, (2006), Dari Temu Raya sampai SAGKI, dalam YCNews.Komisi Kepemudaan KAS,(2004), Membangun Komunitas yang Berdaya Pikatdan Berdaya Tahan, Salam, Youth Center KAS.Komisi Kepemudaan KWI, (1999), Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, Jakarta:KWI.Konferensi Wali Gereja Indonesia, (2006), Bangkit dan Bergeraklah,dalam dokumentasi Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005, Jakarta:Obor.Sam Gregg, Globalization and the Insights of Catholic Social Teaching,dalam http://www.acton.org/publicat/m_and_m/2001_spring/gregg.htmlShelton, Charles M, SJ, (1988), Moralitas Kaum Muda: BagaimanaMenanamkan Tanggungjawab Kristiani, Yogyakarta: Kanisius.Sindhunata, (1983), Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: Gramedia.Sindhunata, (2003), Dilema Globalisasi, Basis 1-2, Januari-Februari.Suharyo, I, (2004), Komunitas yang Belajar Bersama dan Berharap,Basis 5-6, Mei-Juni, hlm. 52-53.Susan George,(2003), The Lugano Report: On Preserving Capitalism inthe Twenty-first Century, London: Pluto. Dikutip oleh Bernhard Kieserdalam karangannya "Marginalisasi Memacu Kesadaran Umum," dalam Basis5-6, Mei-Juni 2004, hlm. 40Tirimanna, Vimal, Catholic Theology in Asia: Challenges and NewDevelopments, dalamhttp://www.uni-tuebingen.de/INSeCT/cd/asia-tirimanna.html
CATATAN
1. Komisi Kepemudaan KWI, Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, Jakarta,KWI, 1999, hlm. 42. Bdk. Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: Gramedia, 19833. Mengenai situasi ini, misalnya kita tinjau pandangan Susan Georgedalam karyanya The Lugano Report. Dikutip oleh Bernhard Kieser dalamkarangannya "Marginalisasi Memacu Kesadaran Umum," dalam Basis 5-6,Mei-Juni 2004, 40 dari buku: Susan George, The Lugano Report: OnPreserving Capitalism in the Twenty-first Century, London: Pluto, 20034. Diambil dari J.B. Banawiratma, SJ dan J. Muller, SJ, BerteologiSosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai Tantangan Hidup Beriman,Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm. 1275. Lih. David Harvey, The Condition of Postmodernity, Oxford: BasilBlackwell, 1990, 240-259. Bandingkan keterangan dari David Harveytersebut dengan konsepsi time-space distanciation dari Anthony Giddensdalam bukunya: The Consequences of Modernity (ibid.). Adapun konsepde-teritorialisasi dan trans-nasionalisme diungkapkan oleh Ulrich Beckyang dikutip Sindhunata dalam karangannya "Dilema Globalisasi," dalamBasis 1-2, Januari-Februari 2003, 66. Bdk. ibid.7. Lih. David Hollenbach, The Global Face of Public Faith, Washington:Georgetown University Press, 2003. Lih. pula dan bdk. David Held,Global Transformation, Cambridge: Polity, 2000, 17.8. Gaudium et Spes art. 19. Gaudium et Spes art. 410. Gaudium et Spes art. 1011. Sam Gregg, "Globalization and the Insights of Catholic SocialTeaching," dalamhttp://www.acton.org/publicat/m_and_m/2001_spring/gregg.html12. Mater et Magistra art. 313. Mater et Magistra art. 5914. Pacem in Terris art. 13015. Iustitia in mundo art. 6
==========================================
Teladan bagi kaum muda Katolik
BEATO GIORGIO FRASSATI
“Dalam masa sulit yang harus dijalani Negara kita kita umat katolik khususnya para pelajar, memikul kewajiban yang serius yang harus diselesaikan: pembentukan diri kita sendiri.Kita, yang dengan rahmat Allah adalah umat katolik… harus membajakan semangat kita dalam peperangan yang pasti harus kita terjuni untuk menyelesaikan rancangan kita dan mempersembahkan kepada negara kita, dalam waktu yang tidak lama lagi, hari-hari yang bahagia dan masyarakat yang sehat moralnya, namun untuk dapat mencapainya kita harus terus menerus berdoa untuk menerima dari Allah rahmat yang tanpanya semua doa kita menjadi tidak berguna; penataan dan disiplin agar siap bertindak pada saat yang tepat; dan akhirnya, pengorbanan dalam keterlibatan dan hidup kita, karena tanpa semua itu kita tak dapat meraih cita-cita kita.”
Beato Pier Giorgio Frassati, Turin, Italy, 1922(1901-1925)

Hidup yang menjadi gambaran Kristus.
Kaum muda jaman ini yang mencari teladan akan menemukan orang yang cocok sebagai teladan dalam diri seorang muda yang berkelana yang menggabungkan kasih kepada Kristus, desakan untuk melayani yang membutuhkan, dan misi untuk mewarnai masyarakat dan politik dengan cita-cita Kristiani.
Pier Giorgio Frassati dilahirkan di Turin, Italia pada hari Sabtu Suci, 6 April 1901. Ayahnya, seorang yang tak peduli pada Tuhan, seorang penemu dan pemimpin dari suratkabar liberal, La Stampa, dan berpengaruh dalam politik Italia, melayani sebagai seorang senator, dan akhirnya menjadi dutabesar Italia untuk Jerman. Ia mengembangkan masa mudanya diantara dua perang dunia saat Italia bergolak dan Fasisme berkembang pesat.
Pier Giorgio mengembangkan hidup rohani yang mendalam yang dengan yakin dibagikannya dengan teman-temannya. Pada 1918 ia bergabung dengan paguyuban St. Vincentius de Paul dan mengabdikan banyak waktunya melayani orang-orang sakit dan miskin. Ia memutuskan menjadi insinyur pertambangan sehingga dapat “melayani Kristus dengan lebih baik di antara para buruh tambang”, demikian ia cerita pada temannya. Namun, kegiatannya di sekolah tidak menjauhkannya dari kegiatan sosial.
“Menghayati hidup tanpa iman, tanpa leluhur yang dibela, tanpa perjuangan yang kokoh untuk memperoleh kebenaran, bukanlah kehidupan, melainkan hanya ada.”
Tahun 1919, ia bergabung dalam Federasi Pelajar Katolik dan Partai Populer, sebuah organisasi politik yang memperjuangkan ajaran-ajaran Gereja Katolik. Ia mengembangkan gagasan mempersatukan Federasi Pelajar Katolik dengan Organisasi Pekerja Katolik.
“Karya belaskasih tidak cukup: kita butuh reformasi sosial”, ia berulangkali mengatakannya, sambil melaksanakan keduanya. Ia juga mempersembahkan waktunya untuk membantu menegakkan satu suratkabar Katolik Momento yang berdasarkan pada prinsip-prinsip ensiklik Paus St Leo XIII tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi, Rerum Novarum.
Meskipun keluarga Frassati sangat mapan, ayahnya keras dan tak pernah membiarkan kedua anaknya berfoya-foya. Namun kendati hanya memperoleh sedikit uang, Pier Giorgio tetap dapat membantu orang miskin, bahkan menggunakan uang pembeli tiket kereta untuk karya belaskasih dan terpaksa harus pulang ke rumah dengan berlari agar dapat tiba di rumah untuk makan bersama tepat waktu, sebab di rumahnya disiplin dan tepat waktu tak dapat ditawar lagi. Ketika ditanya oleh teman-temannya mengapa ia seringkali menggunakan tiket kereta api kelas tiga ia biasa menjawab dengan tersenyum, “Karena tak ada kelas empat.”
Ketika ia masih anak-anak seorang ibu yang miskin dengan seorang anak laki-laki mengemis di rumah Frassati. Pier Giorgio membuka pintu, dan ketika melihat anak lelaki itu tak bersepatu ia memberikan sepatunya sendiri. Saat naik kelas, ayahnya memberi pilihan hadiah uang atau mobil ia memilih uang untuk diberikan kepada orang miskin. Ia menyediakan satu ruangan untuk seorang perempuan tua yang diusir dari tempat tinggalnya di kawasan kumuh, menyediakan tempat tidur untuk orang yang cacat, merawat tiga anak yang sakit dan janda yang menderita. Ia mempunyai buku catatan yang berisi laporan mendetil pemasukan dan pengeluarannya, dan ketika ia tergeletak tak berdaya menjelang wafatnya, ia memberi aneka pengarahan kepada saudara perempuannya, sambil memintanya untuk mengusahakan terpenuhinya kebutuhan dari keluarga-keluarga yang selama ini tergantung pada karya belaskasihnya. Ia bahkan menyediakan waktu, kendati tangannya hampir lumpuh, untuk menuliskan catatan kepada seorang teman di paguyuban St. Vincentius de Paul yang berisikan aneka petunjuk mengenai kunjungan-kunjungan yang biasa mereka lakukan pada setiap hari Jumat. Hanya Allah yang tahu semua karya kasih ini, ia tak pernah menceritakannya kepada orang lain.
Di Kedutaan Italia di Jerman, ia dikagumi oleh seorang wartawan Jerman yang menulis: “Pada suatu malam di Berlin, dengan temperature dua belas derajad di bawah nol, ia memberikan mantolnya kepada seorang lelaki tua yang kedinginan. Ayahnya menghardiknya, dan ia menjawab dengan sangat sederhana tapi mengena: “Lho, ayah kan tahu, sekarang kan dingin.”
Pier Giorgio juga menghabiskan waktu di pegunungan dengan teman-temannya, mendaki gunung adalah olahraga favoritnya. Toh, selama kegiatan itu, teman-teman mudanya (yang, ironisnya, menamai diri mereka “Orang-orang yang sinis”) dengan semangat berbagi hidup mereka yang inspiratif dan rohani. Di balik senyuman yang nampak pada penampilan pelajar perguruan tinggi yang tak kenal lelah terpancarlah hidup rohani yang mengagumkan. Cinta akan Yesus menggerakkan tindakan-tindakannya. Ia merayakan Ekaristi dan menyambut komuni setiap hari, seringkali menjadi pelayan dalam Misa dan terbenam dalam doa syukur yang lama sesudah Misa.
Ia merasa kuat, desakan misterius untuk dekat dengan Sakramen Mahakudus. Selama adorasi malam hari, ia menghabiskan sepanjang malam berlutut dalam doa yang mendalam. Ia mempengaruhi pelajar-pelajar lain untuk mengikuti retret tahunan yang disediakan oleh perguruan tinggi di bawah pimpinan para Yesuit. Ia suka berdoa rosario, yang praktis bagi setiap keluarga, dan mendoakannya tiga kali sehari sesudah ia bergabung dalam ordo ketiga dari Santo Dominikus.
Ia membuat kebiasaan setiap kali sesudah pulang dari bermain ski, mengunjungi Sakramen Mahakudus, dan mengikuti Misa sebelum berangkat menjelajahi pegunungan-pegunungan. Ia menulis kepada seorang teman, “Saya merindukan suasana pegunungan dan saya berharap dapat menjelajahinya di musim dingin ini saat dapat mendaki Gunung Blanc. Kalau sekolahku mengijinkan, Saya akan menggunakan seluruh hari-hari di pegunungan-pegunungan itu untuk mengagumi keaslian kemuliaan Allah itu.”
Frassati juga dipengaruhi oleh suasana pendidikan yang lebih tinggi dan lingkungan elite kota Turin. Ia sering menikmati opera, teater, dan museum; ia suka seni dan musik dan dapat mengutip setiap ayat dari puisi-puisi dari Dante.
Pada tahun 1922 ia bergabung dalam ordo ketiga Santo Dominikus dengan memilih nama Girolamo yang adalah idola pribadinya, seorang pengkotbah dari ordo Dominikan dan pembaharu dari Renaisance kota Florensia. Kendati mengikuti banyak organisasi, ia bukanlah anggota pasif, ia aktif dan terlibat pada setiap organisasi itu, memenuhi semua kewajibannya sebagai anggota. Pier Giorgio jelas anti fasis dan sangat terbuka dalam pandangan politiknya ini.
“Iman yang dianugerahkan kepadaku dalam pembaptisan mendorongku untuk dengan pasti: dari dirimu sendiri engkau tak dapat berbuat apa pun tetapi kalau Allah menjadi pusat dari tindakanmu, engkau akan mencapai cita-citamu.”
“Orang harus melangkah dan melangkah. Bukan orang-orang yang mengalami kekerasan yang harus takut, tetapi orang-orang yang melakukan kekerasan. Kalau Allah bersama kita, kita tak perlu takut.”
Ketika ikut serta dalam demonstrasi yang digerakkan oleh Gereja di Roma, ia menghadapi kekerasan polisi dan menyelamatkan orang muda dengan menarik poster yang dipukuli oleh polisi. Lalu ia mengangkat poster itu lebih tinggi lagi. Ketika para demonstran itu ditangkap oleh polisi, ia menolak perlakuan khusus yang sebenarnya dapat diterimanya karena kedudukan politis dari ayahnya, dan lebih memilih menanggung nasib bersama teman-temannya. Pada suatu malam satu kelompok fasis mendobrak rumahnya hendak menyerangnya dan ayahnya. Pier Giorgio memukul mereka dan melemparkan mereka ke jalan sambil berteriak, “Bandit!. Pengecut!”
Pada akhir Juni 1925 Pier Giorgio terserang penyakit poliomyelitis yang menurut perkiraan para dokter karena tertular dari orang-orang miskin dan sakit yang ditolongnya. Tak peduli pada kesehatannya sendiri ia merawat seorang nenek yang sedang sekarat, penyakitnya juga cepat berkembang tanpa dapat dicegah lagi saat para dokter menyaksikan betapa ia sudah menjadi sangat lemah. Pier Giorgio wafat pada 4 Juli 1925, dalam usia 24.
Keluarganya mengharapkan tokoh-tokoh elit dan politik dari turin datang melayat sampai ke makam; namun ternyata mereka berharap terlalu banyak pada tokoh-tokoh itu. Yang mengherankan, justru jalan-jalan kota dipenuhi dengan ribuan orang yang meratap dan memberikan penghormatan kepada jenasah. Sebagian besar yang meratap itu adalah orang-orang yang miskin dan sengsara yang telah dilayaninya selama tujuh tahun; uniknya lagi banyak dari antara mereka menjadi sangat heran ketika tahu bahwa anak muda yang suci itu yang mereka kenal sebagai “Bruder Girolamo” itu ternyata berasal dari keluarga yang sangat berpengaruh. Orang-orang miskin itulah yang mengajukan permohonan kepada Uskup Agung Turin untuk memperjuangkan proses kanonisasinya. Proses kanonisasi itu dimulai pada tahun 1932 dan dinyatakan sebagai beato pada 20 Mei 1990. Pesta nama Beato Pier Giorgio Frassati adalah 4 Juli.